Senin, 18 Juni 2012

Abdul Malik, Hidup dari Kolong Jembatan Pindah ke Gorong-gorong

Gorong-gorong Abdul Malik di bantaran kali
Jakarta Jakarta dengan segala gemerlapnya bisa menerbangkan impian seorang Abdul Malik (25). Dengan nekat, pria berijazah SD ini merantau ke ibukota yang sering disebut 'lebih kejam daripada ibu tiri' ini. Abdul melakoni hidupnya dari kolong jembatan ke gorong-gorong.

Pria kelahiran Pasuruan, Jawa Timur, pada tahun 1987 ini sudah meninggalkan tanah kelahirannya 6 tahun lalu, tanpa sanak saudara menyertai atau yang bisa ditumpangi. Karena berijazah SD, tak ada yang berminat menerima Abdul Malik. 

Lantas, Abdul memilih berjuang hidup dari memulung sampah selama 2 tahun di kawasan Rasuna Epicentrum, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Selama memulung, penghasilan Abdul hanya cukup untuk makan. Bayangkan, rutinitas memulung itu dilakoninya sejak magrib hingga pukul 12 tengah malam.

Abdul tak lantas menjual hasil pulungannya, melainkan mengumpulkannya lebih dulu. Dua hari memulung, Abdul mendapatkan hasil 2 kilogram yang lantas dijualnya ke pengepul. Rp 15 ribu pun dikantongi. 

Karena hanya cukup untuk makan, Abdul tak memiliki uang lebih untuk menyewa tempat tinggal yang layak. Sehari-hari Abdul hidup di kolong jembatan dekat Gedung KPK, beralaskan kardus.

Suatu hari, ada seorang mandor bangunan iba melihat Abdul yang memulung sampah. Lantas sang mandor menawarkan pekerjaan menjadi tenaga harian lepas Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta.

"Wah mau sekali saya, yang penting rezeki itu halal," ujar Abdul Malik kala mendapat perkerjaan itu, saat ditemui detikcom, Sabtu (16/6/2012) malam.

Sebagai tenaga harian lepas Dinas PU, Abdul membersihkan saluran-saluran di Kali Cideng yang mampet. Air kali yang hitam dan kotor tidak dipedulikan Abdul demi untuk mengais rezeki, membersihkan saluran dari sampah plastik hingga bangkai tikus. Dari pekerjaan ini, Abdul memperoleh Rp 40 ribu per hari. 

Suatu saat membersihkan Kali Cideng, dia melihat ada gorong-gorong tempat saluran pembuangan dari apartemen. Mulanya, Abdul menggunakan gorong-gorong ini untuk tempatnya mandi.

"Mandinya tiap malam, pakai celana doang, nggak kelihatan kalau lagi mandi. Gatal-gatal sih sudah biasa, ya kondisinya memang seperti ini, mau bagaimana lagi," jelas Abdul.

Lantas Abdul mengamati lama-lama gorong-gorong ini tak digunakan lagi alias mati. Abdul pun memutuskan pindah hunian dari bawah kolong jembatan ke gorong-gorong di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan.

"Kalau di bawah jembatan, kalau hujan suka kebanjiran, terus kalau malam dingin banget," sambungnya.

"Sudah hampir satu tahun saya tinggal di sini, setidaknya gorong ini lebih baik dibandingkan tempat tinggal saya sebelumnya," tutur Abdul.

Pantauan detikcom, gorong-gorong yang ditempati Abdul itu berupa tabung berdiameter 70 cm dengan panjang 3 meter. Gorong-gorong ini persis terletak di bantaran Kali Cideng.


(nwk/nrl) sumber detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar