Selasa, 16 Agustus 2011

Ketika KPK Terseret Pusaran Korupsi


SBY 

KETIKA partai pemerintah didera oleh berbagai masalah, sudah dapat dipastikan Presiden juga ikut dibuat panik. Itulah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat berkali-kali memanggil petinggi partai, menyusul adanya serangan dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazarudin.
            
            Kepanikan Presiden SBY terhadap tudingan Nazarudin, jelas sangat beralasan. Sebab, ketika SBY berkampanye pada pencalonannya untuk kedua kalinya sebagai Presiden, tema yang diusungnya adalah pemberantasan korupsi. Bahkan dalam iklan yang sering ditayangkan di berbagai media, Partai Demokrat menyebutkan ‘Katakan Tidak Pada Korupsi’.

            Namun sekarang apa yang terjadi. Rakyat dibuat terbelalak ketika ‘nyanyian’ Nazarudin menyebutkan bahwa beberapa petinggi Partai Demokrat menerima sejumlah uang. Bahkan Nazarudin juga memaparkan bahwa ketika Kongres Partai Demkorat berlangsung di Bandung, sarat dengan muatan money politic.
 Ironisnya lagi,  di tengah masih banyaknya rakyat miskin yang membutuhkan perhatian dari pemerintah, buronan interpol yang  jadi tersangka korupsi kasus Wisma Atlet Palembang, Nazarudin justru menyampaikan informasi bahwa ada dana dari proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang dan proyek pembangunan pusat pelatihan atlet di Hambalang Bogor.
Yang mencengangkan, ternyata anggaran yang digunakan  untuk membiayai kemenangan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Ubraningrum dalam kongres Partai Demokrat merupakan dana bersumber dari APBN. Bahkan Nazarudin menyebutkan bahwa dirinya  telah meneriman Rp 50 milyar dan semuanya didistribusikan ke kongres.
“Anas  juga  menerima uang Rp 100 milyar dari proyek Hambalang yang juga  digunakan untuk kemenangan Anas dalam kongres,” tukas Nazarudin dalam siaran langsung via telpon di Metro TV.
Tudingan Nazarudin menukik dalam, karena ia menyebut tiap daerah perwakilan cabang yang mendukung Anas menerima uang mulai dari $10 ribu, $15 ribu sampai $40 ribu. “Saya ini di bawah kontrol Anas. Anas yang memerintahkan kasih ini, kasih itui,” kata Nazaruddin.
‘Nyanyian’ Nazarudin tidak hanya tertuju kepada Anas, tetapi juga menyebut ada sejumlah deal yang menyebut keterlibatan sejumlah anggota DPR di badan anggaran, termasuk adanya deal-deal pihak Anas dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan bahwa dirinya hanya akan dijadikan target oleh KPK.
Jika KPK saja mulai terseret dalam pusaran korupsi di lingkungan partai berkuasa, lalu lembaga penegak hukum mana lagi yang dapat dipercaya oleh rakyat. Jaksa, Polisi dan anggota DPR sudah dikerangkeng. Bahkan hakim juga ikut dibui.
Boleh jadi ini merupakan petaka besar buat Presiden SBY. Partai yang digadang-gadang bersih dari korupsi, ternyata jadi sarang para koruptor. Celakanya lagi, seruan Presiden SBY untuk mengajak Nazarudin pulang ke tanah air sudah tak digubris lagi. 

Mulai Terkuak
Terlepas dari benar tidaknya  informasi yang disampingkan Nazarudin, yang jelas semua pihak yang disebut Nazaruddin telah membantah tuduhan tersebut.  Pengamat lembaga kepresidenan, George Aditjondro menyebutkan bahwa apa yang dilakukan Nazarudin merupakan bagian kecil dari Gurita Cikeas yang kini mulai terkuak.  “Nazaruddin adalah bagian kecil dari oligarki kekuasaan,” katanya dalam acara bedah buku ‘Cikeas Kian Menggurita’.
Menanggapi isi buku tersebut, anggota DPR dari PDIP, Eva Kusuma Sundari menganggap meski tidak banyak informasi baru dalam buku itu, tapi paling tidak memberikan gambaran bahwa intervensi istana, tidak hanya pada bisnis, BUMN dan sebagainya, tetapi ada juga sangkaan yang berkaitan dengan Pemilu.
Jika ini semuanya dapat diungkap oleh penegak hukum, bukan tidak mungkin rakyat akan marah besar. Uang negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan mensejahterakan rakyat, ternyata dipakai untuk kepentingan partai.
Namun yang menjadi pertanyaan, beranikah KPK mengungkap kebobrokan pemerintah sekarang? Anggota DPR, Bambang Soesatyo dengan tegas menyebutkan bahwa KPK periode sekarang tidak punya nyali untuk mengungkap kasus-kasus korupsi besar yang merugikan rakyat. Misalnya skandal Bank Century.
Menurutnya, KPK yang dipimpin oleh Busyro Muqoddas tidak akan banyak berbuat dalam pemberantasan koropsi, tapi dia yakin KPK pada periode mendatang mampu membongkar kasus korupsi di lingkaran istana. Sebab suka atau tidak suka korupsi saat ini bukan hanya melilit di Partai Demokrat, tetapi secara berjamaah telah terjadi di hampir semua partai politik.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan, bahwa korupsi dan kemiskinan merupakan dua kosa kata  yang memiliki hubungan sebab dan akibat. “Dana  APBN yang mestinya bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat,  dirampok oleh para koruptor, sehingga penderitaan rakyat kecil memperlebar sampai ke jurang kemiskinan,” kata Ray.
Berdasarkan angka teranyar Biro Pusat Statistik (BPS) ada 30 juta orang miskin dan 7,1 juta pengangguran terbuka. “Angka riilnya saya kira jauh lebih besar dari itu, karena definisi kemiskinan BPS yang diberikanmasih patut dipertanyakan,” ujar Ray Rangkuti Direktur Eksekutif Lingkar Madani di Gedung DPR Jakarta.
Menurut Ray, korupsi sepertinya sudah menjadi bagian budaya bangsa Indonesia. Dasar sosiologisnya adalah kebiasaan bangsa Indonesia yang suka tolong menolong. Kebanyakan orang Indonesia, meski tahu petugas pelayanan publik sudah dibayar oleh negara, tetapi mereka ingin berterima kasih. “Oleh sebagian orang kebiasaan ini dimanfaatkan dengan menjadikan sebagai suatu kewajiban, sehingga merugikan orang banyak,”katanya lagi.
Untuk mengatasi korupsi tersebut diperlukan pemimpin yang kuat, berkualitas dan punya komitmen sebagai panutan.  Namun menurut Ray hal itu tidak dimiliki oleh Presiden SBY. “Beliau ngomong A, tetapi tindakanya B,” jelas Ray.
KPK periode sekarang, menurut Ray, kinerjanya tidak bisa diharapkan lagi. “Kasus-kasus korupsi yang ditangkap hanya kelas teri di bawah Rp 1 milyar dan tidak mempunyai efek kejut yang besar,”tegasnya.   julius

                                                                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar